
Aceh Tamiang| Wartaloldasu.com – TLLK, Pemkab Aceh Tamiang mulai mencoba mengombinasi tanaman padi darat atau gogo di lahan perkebunan kelapa sawit yang masuk program PSR (peremajan sawit rakyat). Kombinasi padi dan kelapa sawit ini merupakan upaya pemerintah daerah dalam mendukung program ketahanan pangan nasional.
Plt Kadistanbunak Aceh Tamiang, Yunus menyampaikan program padi gogo di lahan PSR ini sudah mereka rintis sejak akhir tahun lalu. Namun secara resmi baru akan dilakukan pada 7 Februari 2025 dengan ditandai penanaman perdana oleh pejabat Kementerian Pertanian. “Kemungkinan nanti Dirjen Perkebunan yang hadir untuk melakukan tanam perdana,” kata Yunus, Selasa (4/2/2025).
Yunus memberi apresiasi kepada seluruh koperai ataupun kelompok tani yang telah bersedia bekerja sama untuk menyediakan areal tanam padi gogo di lahan PSR. Disampaikannya program padi darat ini memiliki banuak manfaat, selain untuk meningkatkan produktivitas pangan nasional, juga untuk memberi kesempatan masyarakat menambah pendampatan. “Ini termasuk pemberdayan ekonomi, di mana selama ini lahan kering, sulit dikembangkan untuk menanam padi,” sambungnya.
Di sisi lain, program ini juga sebagai solusi mengatasi berkurangnya lahan pertanian dalam empat tahun terakhir. Penyusutan ini otomatis berdampak terhadap volume produksi padi yang menjadi perhatian utama pemerintah pusat dalam mencukupi pangan.
Berdasarkan data terakhir, lahan sawah di Aceh Tamiang saat ini tersisa 8.159 ha. Bila dibandingkan empat tahun lalu, luas hamparan ini menyusut seluas 1.141 ha. “Tahuh 2020, sawah kita seluas 9.300 hektare, kini tinggal 8.159 hektare, artinya ada 1.141 hektare yang hilang,” sebut Yunus.
Dari analisis pihaknya, penyusutan ini disebabkan beberapa faktor. Namun yang paling dominan peralihan fungsi menjadi perkebunan, kafe dan rumah. “Kalau rumah sebenarnya tidak terlalu signifikan, yang paling banyak itu dialihkan menjadi kebun dan kafe,” kata Yunus.
Dalam analisis itu terungkap pula kalau alih fungsi ini bukan tanpa sebab. Sebagian warga sudah menganggap sektor persawahan sudah tidak menguntungkan, sehingga harus beralih ke sektor lain. “Tentu muncul pertanyaan, mengapa warga kita alihkan sawahnya ke kebun atau kafe, ternyata mereka kesulitan air,” ungkapnya.(Chan)
- Editor : N gulo