
Deli Serdang| Wartapoldasu.com – Dugaan pungutan liar di sebuah sekolah dasar negeri di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, justru berakhir dengan penangkapan tiga wartawan.
Proses hukumnya dinilai janggal dan menimbulkan lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban.
Tiga wartawan media cetak dan online berinisial D, R, dan A ditangkap aparat Polsek Beringin setelah mereka mempublikasikan berita soal dugaan pungli Rp160.000 kepada siswa SDN 101928.
Ironisnya, penangkapan terjadi tidak lama setelah mereka mengadakan pertemuan dengan pihak sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah berinisial S.
Kwitansi, Uang Tunai, dan “Permintaan Dihapuskan’, Menurut pengakuan salah satu wartawan, D, pihak sekolah yang terlebih dahulu menghubungi dirinya pasca berita tayang.
Dalam pertemuan di sebuah warung makan di Kecamatan Beringin, S disebut meminta agar berita pungli dihapus dari media.
’’D, mengaku tidak ingin menuruti permintaan tersebut secara sepihak, Ia pun mengajukan syarat, yakni adanya bukti kesepakatan berupa kwitansi dan kompensasi Rp900.000 sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap pemberitaan yang sudah tayang. Kwitansi itu kemudian ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Namun ”D juga mengaku sempat curiga dengan cara ’’S menyerahkan uang. “Saya tanya, uang itu dari mana, dia cuma jawab, ‘Gak tahu saya,’ dan langsung ngasih tergesa-gesa,” ungkap D kepada awak media.
Beberapa menit setelah transaksi berlangsung, aparat Polsek Beringin muncul dan langsung mengamankan ketiganya tanpa menunjukkan surat tugas atau dokumen resmi lainnya.
Penegakan Hukum Dipertanyakan, kanit Reskrim Polsek Beringin berinisial M membenarkan adanya penangkapan dan menyebut bahwa hal tersebut dilakukan berdasarkan laporan dari Kepala Sekolah yang mengaku menjadi korban pemerasan.
“Sudah ada laporan sebelumnya. Korban merasa tertekan, jadi kami kenakan pasal 368 dan 369 KUHP,” ujar M singkat.
Namun keterangan ini justru menimbulkan lebih banyak keraguan, Jika benar ada unsur pemerasan, mengapa pihak sekolah bersedia menandatangani kwitansi.
Mengapa pihak kepolisian langsung melakukan penangkapan usai transaksi berlangsung, seolah-olah telah mengetahui seluruh rangkaian pertemuan.
Sejumlah jurnalis dan pemerhati hukum mempertanyakan logika kasus ini, “Kalau ada kwitansi dan kesepakatan itu lebih mirip suap dari pihak sekolah untuk menghapus berita.
Wartawan bisa keliru secara etika, tapi ini bukan semata-mata pemerasan,” ujar salah satu aktivis media di Deli Serdang.
Indikasi “Perangkap Hukum, Kecurigaan makin menguat setelah terungkap bahwa ketiga wartawan ditangkap tanpa pendampingan hukum dan tanpa disodori surat perintah penangkapan di lokasi.
Hal ini membuka ruang spekulasi bahwa pertemuan tersebut bisa jadi merupakan skenario yang telah disiapkan sebelumnya semacam jebakan hukum terhadap para jurnalis yang telah memberitakan pungli.
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia DPD Deli Serdang, Ibrahim Effendy Siregar (Baem), menyayangkan sikap Polsek Beringin yang menurutnya tidak menunjukkan profesionalitas dalam menangani kasus ini.
“Kami minta Kapolresta Deli Serdang mengevaluasi total kinerja Polsek Beringin. Jangan sampai institusi kepolisian diperalat untuk menekan kebebasan pers.
Kalau ini jebakan, maka ini adalah serangan terhadap demokrasi dan transparansi,” ujar Baem.
Bola Panas di Tangan Aparat, Kini kasus tidak lagi hanya soal dugaan pungli di sekolah Ini telah berkembang menjadi krisis kepercayaan terhadap proses penegakan hukum.
Serta pertanyaan besar soal posisi pers di tengah upaya memberantas praktik korupsi kecil di lembaga pendidikan.
Apakah benar terjadi pemerasan? Atau justru wartawan menjadi korban kriminalisasi?
Publik menunggu transparansi penuh dari aparat kepolisian, dan keadilan yang berpihak pada kebenaran — bukan pada skenario siapa yang lebih dulu melapor. (Baem Siregar)
- Editor : N gulo