
Medan| Wartapoldasu.com – Kasus tertembaknya seorang remaja dalam insiden tawuran di Belawan terus menyisakan pertanyaan, terutama terkait pernyataan Komisair Polisi Nasional (Kompolnas) soal dugaan pelanggaran SOP oleh Kapolres Belawan.
Pernyataan tersebut mendapat kritik tajam dari Anggota DPR RI Komisi III, Dr Hinca Pandjaitan XIII, Sabtu (10/5/2025).
Dalam wawancara, Hinca menyampaikan kritik tajam terhadap langkah Kompolnas yang dianggap tergesa-gesa dalam menyampaikan pernyataan publik.
Dia menekankan pentingnya verifikasi yang lebih mendalam dan akurat sebelum mengeluarkan statemen yang bisa berpotensi memperburuk situasi.
“Sebaiknya Kompolnas cari data dan informasi yang akurat (5W1H) sebelum melepas statemen, apalagi terasa keraguan dan kegamangan Kompolnas dalam menangani masalah ini.
Terutama eskalasi di lapangan yang terus berlanjut. Apalagi tingkat kriminalitas tawuran, begal, dan peredaran narkoba di Belawan sangat tinggi,” ujar Hinca.
Hinca kemudian menoroti tentang situasi yang dihadapi oleh Kapolres Belawan.
Menurutnya, penilaian yang terburu-buru terhadap tindakan Kapolres sangat tidak adil, mengingat risiko yang dihadapi aparat di lapangan sangat besar.
“Kapolres Belawan, yang adalah seorang pejabat polisi yang memimpin upaya pengamanan, berada di tengah situasi yang sangat berbahaya,” ungkap Hinca.
Menurut Hinca, tawuran antar kelompok yang melibatkan senjata tajam dan ancaman terhadap warga membuat keadaannya semakin mencekam.
“Pada saat itu, dia harus bergerak cepat untuk melindungi masyarakat, menenangkan ketegangan yang ada, dan mencegah kerusuhan yang lebih besar.
Di saat-saat seperti itu, apakah kita akan menyalahkan Kapolres hanya karena dia mengambil tindakan tegas?,”ungkap Politisi yang juga konsen dengan penyelamata kebudayaan ini.
Hinca menambahkan, “jika situasinya seperti yang saya dengar, yaitu tawuran terjadi di mana banyak orang membawa senjata tajam dan menyerang, serta ada ancaman langsung terhadap nyawa masyarakat, maka Kapolres memiliki kewajiban untuk mengambil keputusan cepat.
Kapolres harus bertindak untuk melindungi warga dan menanggulangi kerusuhan, meskipun risikonya adalah mengambil keputusan yang berat, yaitu menggunakan kekuatan senjata.
Tindakan seperti itu adalah bagian dari tugasnya sebagai penegak hukum di lapangan”.
Hinca mengingatkan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh aparat harus dilihat dengan objektif.
Proses penyelidikan yang dilakukan Kompolnas, menurut Hinca, harus dilakukan secara lebih cermat dan profesional.
“Ini bukan masalah mudah. Kalau Kompolnas merasa ada pelanggaran, pastikan dulu ada bukti yang jelas, sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Jangan hanya berdasar pada dugaan. Kita berbicara soal nyawa, keadilan, dan juga citra kepolisian,” ujar Hinca.
Hinca menambahkan bahwa Kompolnas seharusnya menunggu hingga penyelidikan tuntas sebelum memberikan pernyataan yang dapat memengaruhi opini publik.
“Bicara soal SOP itu memang penting, tapi jangan sampai kita menilai berdasarkan dugaan semata.
Apa jadinya kalau setelah pemeriksaan ternyata semua ini tidak sesuai dengan dugaan awal? Jadi, saya minta Kompolnas untuk lebih teliti dan profesional.
Sebelumnya, Kompolnas menyatakan dalam dugaan awal bahwa Kapolres Belawan, AKBP Oloan Siahaan, telah melanggar SOP dalam penanganan tawuran yang berujung pada penembakan.
Komisioner Kompolnas, Chairul Anam, mengungkapkan bahwa meskipun ada senjata tajam yang digunakan dalam tawuran, pihaknya merasa perlu mendalami lebih lanjut mengenai keputusan Kapolres untuk melepaskan tembakan.
“Kompolnas sedang mendalami apakah ancaman yang dihadapi Kapolres benar-benar setinggi yang diklaim.
Namun, kami juga masih perlu memastikan apakah tembakan yang dikeluarkan sudah sesuai dengan SOP yang berlaku,” kata Anam.
Namun, Hinca menilai bahwa keputusan Kompolnas untuk mengungkapkan dugaan pelanggaran tanpa adanya konfirmasi lengkap hanya akan memperburuk citra kepolisian, yang sudah bekerja keras di lapangan.
Harapan Hinca untuk Penyelesaian Kasus yang Transparan
Hinca menegaskan bahwa meskipun insiden ini memunculkan banyak pertanyaan, semua pihak harus menahan diri dan memberikan ruang bagi penyelidikan untuk mengungkap fakta yang sebenarnya.
“Kita harus menunggu hasil pemeriksaan yang akurat dan transparan. Ini adalah soal keadilan, baik bagi korban, keluarga korban, maupun aparat yang terlibat. Hanya dengan cara itu kita bisa mencapai kebenaran yang sesungguhnya,” ujar Hinca menutup wawancara.
Kritik juga datang dari masyarakat Belawan yang menilai Kompolnas tidak cukup peka terhadap realitas di lapangan.
Seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya menyatakan bahwa Kompolnas seharusnya lebih banyak turun langsung ke lokasi untuk memahami dinamika yang terjadi, daripada hanya mengandalkan laporan dari jauh.
“Kompolnas harus turun langsung ke Belawan, tanpa pengawalan atau protokol yang ribet.
Mereka perlu melihat langsung bagaimana para petugas di lapangan bekerja dan apa yang sesungguhnya terjadi.
Hanya dengan cara itu mereka bisa memberikan penilaian yang objektif,” ujar warga tersebut dengan nada kesal.
Warga Belawan merasa bahwa selama ini Kompolnas lebih reaktif ketimbang preventif. “Setiap kali ada korban baru, Kompolnas baru mulai berbicara.
Padahal masalah tawuran ini sudah ada sejak lama, dan kenapa baru sekarang mereka muncul? Kami butuh kehadiran mereka di sini, bukan hanya saat sudah ada korban,” tambahnya.
Tawuran antar kelompok remaja yang kerap terjadi di Belawan, disertai dengan meningkatnya peredaran narkoba, menambah kerumitan situasi keamanan di kawasan tersebut.
Setelah penembakan yang menewaskan MS, tawuran serupa kembali pecah pada 10 Mei 2025, yang mengakibatkan seorang remaja, Ibnu Saddam Husairi Lubis, tewas mengenaskan dengan luka bacok.
“Jika situasinya terus seperti ini, kami takut semakin banyak korban yang jatuh. Polisi harus bekerja dengan lebih tegas, tapi jangan sampai mereka disalahkan ketika berusaha menegakkan hukum dalam keadaan darurat seperti ini,” ujar seorang warga yang kembali mengkritik sikap Kompolnas.
- Editor : N gulo